Berkaca dari Syekh Arsyad; Adakah Ahli Falak Masa Kini yang Bisa Memperlihatan Kakbah dari Balik Baju


Oleh: Muhammad Bulkini

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari adalah seorang ulama yang ahli di banyak bidang ilmu, salah satunya adalah Astronomi (Ilmu Falak). Keahlian beliau di bidang ini di antaranya terdokumentasi melalui sebuah catatan manuskrip tentang penjelasan beliau ketika membetulkan arah kiblat di Batavia (Jakarta). Namun menurut riwayat, cerita itu tidak selesai hanya dengan argumen ilmiah, beliau kemudian menunjukkan keistimewaan dengan memperlihatkan kakbah dari sela lengan bajunya.

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari bukan hanya ahli falak, tapi juga ahli tarekat. Di Tanah Banjar, ada banyak orang yang ahli falak, namun tidak ahli tarekat. Ada pula yang ahli tarekat, tapi tidak ahli falak.

Maka kemudian saya merunut sejarah, siapa saja yang ahli falak tapi juga ahli tarekat. Dari banyaknya ulama yang masih hidup, saya mendapati satu nama yang mendekati; Tuan Guru H. Mohammad Mobarak. 

Dari jalur ayah, beliau adalah putra dari Tuan Guru H. M. Qasthalani, seorang ulama (sekaligus dosen UIN Antasari) pewaris keilmuan ayahnya Tuan Guru H. Basiyuni (Mursyid Tarekat Syadziliyah) bin Tuan Guru Abu Thalhah bin Qadhi H. Abdussamad bin Mufti Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.

Sedangkan dari pihak ibu, beliau adalah putra dari Dra. Hj. Mashunah Hanafi, MA, salah satu ulama wanita yang pernah menjadi dosen ilmu fiqh dan Falak di UIN Antasari Banjarmasin. Kakek dari pihak ibu adalah ulama ternama di bidang ilmu falak, yakni Tuan Guru H. Muhammad Hanafi Gobit.

Dari dua jalur nasab yang mentereng tersebut, Guru Mobarak tumbuh sebagai ulama muda yang meneruskan dua arus keilmuan ini. Di samping berstatus PNS di Kanwil Kemenag Kalsel yang membidangi ilmu falak, beliau juga mengasuh majelis di komplek pemakaman datuknya, Syekh Abdussamad Marabahan dan majelis-majelis lainnya yang tersebar di Banjarmasin.

Saya berharap ulama muda ini mewarisi keduanya (Ahli falak juga ahli tarekat). Sehingga, mungkin suatu waktu, beliau tidak hanya menunjukkan arah kiblat dengan kaca mata ilmu falak, tapi juga bisa menunjukkan kakbah dari balik baju.

Pada Jumat pagi kemarin, saya dipertemukan takdir dengan beliau. Tanpa rencana, juga tanpa sengaja. Pertemuan berlangsung di warung makan, di situasi yang kami bersepakat dengan istilah “situasi nyaman”; makan pagi. Saat itu, Guru Mobarak memang tidak menunjukkan kakbah dari balik baju untuk menyelesaikan diskusi kami yang agak panjang. Beliau mengakhiri perbincangan itu dengan menunjukkan uang dari balik saku (saya ditraktir makan). Hehe

Solusi yang ditawarkan Guru Mobarak memang tak terlihat “wah” sebagaimana datuknya, yang menunjukkan kakbah. Tapi sikap pemurah adalah suatu “keajaiban” yang tak mudah dilakukan banyak orang. Apalagi pemberian itu dilakukan tanpa pesan titipan, seperti “coblos aku di pemilu”. Tidak, Guru Mobarak tidak melakukannya untuk itu.

Sedikit yang saya tahu tentang karakter orang Syadzili; mereka orang-orang mandiri dan tak mau diintervensi. Jika ceramah tak berharap upah, karena mereka sudah mendapatkan anugerah yang berlimpah. Mereka lebih senang menaruh tangan di atas (memberi), ketimbang tangan yang menengadah (meminta-minta).

Semoga beliau panjang umur, dan diberikan kekuatan untuk mengemban tradisi keilmuan yang diwariskan leluhurnya yang mulia. Kepada beliau, saya makmuman saja.(*)

Posting Komentar

0 Komentar