Bertamu ke Rumah Guru Rasyid Ridha; Malam Indah di Ramadan Tahun Ini

Tuan Guru Haji Rasyid Ridha

Oleh: Muhammad Bulkini

Pada teman saya yang jualan buku (Lora Abdillah Mubarak bin KH Husni Nurin), saya titip pesan: "Jika nanti ketemu Guru Rasyid hadiahkan buku saya." Singkat cerita, saya dapat kabar: Guru Rasyid tidak mau menerima hadiah itu, kecuali bertemu dengan saya. Diaturlah waktu pertemuan, yakni sepulang dari beliau umrah.

Akhirnya pertemuan itu berlangsung di kediaman beliau di Gambut, Kabupaten Banjar pada Selasa (6/4/2023) malam, selepas beliau shalat tarawih dan ziarah ke makam Abah Haji.

Saya datang bersama Lora Abdillah dan saudara iparnya, dengan dua motor. Oleh para santri yang berkhadam di kediaman Guru Rasyid, kami dipersilakan masuk ke ruang tamu dan disuguhi kopi dengan bingka serta martabak. Di ruang tamu, kami melihat foto dan lukisan para ulama Pesantren Darun Nasyiien Lawang, Malang.

Tak sempat kopi kami dingin, mobil Guru Rasyid tiba. Beliau datang bersama rombongan keluarga. Dengan senyum yang lebar, beliau menyapa dan mempersilakan kami duduk di kursi ala Arab. Tapi karena pantat kami Banjar banar --rupanya belum familiar dengan kursi-kursi seperti itu-- akhirnya kami hanya duduk balapak di karpet saja.

"Mana nang ngaran Bulkini?" ujar Guru Rasyid membuka perbincangan.

Andai saya sudah akrab lama, jawaban saya mungkin, "Nang tegagah guru ai." Cuma karena itu pertemuan pertama di rumah beliau, saya belum ingin bercanda.

Guru Rasyid mungkin tak menyadari, pertemuan itu adalah pertemuan kami yang keempat. Pertemuan pertama di kediaman ayah beliau, KH Ahmad Bakeri (sekitar tahun 2009). Dari ayah beliau saya dapat amalan sugih: menabung satu hari satu juta (saya ijazahkan jika ada yang ingin mengamalkannya, haha). 

Pertemuan kedua, di Masjid Veteran, saat beliau menggantikan ayah beliau mengisi kajian di sana. Masjid itu (dan Masjid Miftahul Ihsan) adalah saksi sejarah bahwa saya sering meliput majelis Guru Bakeri. Karena sebagaimana Abah Haji, Guru Bakeri juga menyuruh saya untuk hadir majelis dan menulis penyampaian beliau.

Pertemuan ketiga, di bandara Syamsuddin Noor, Banjarbaru. Kalau tidak khilaf, saat pulang dari Haul Gresik.

***

Guru Rasyid menyampaikan, beliau menyambut baik diterbitkannya buku tentang Abah Haji yang saya tulis. Dan beliau merasa sangat senang, jika cerita-cerita tentang sosok Abah Haji dimuat dalam buku. Namun, kata beliau, juga berhati-hati jangan sampai memancing kontroversi. "Untuk hal itu mestinya dihindari saja," kata beliau.

***

Wafatnya Abah Haji begitu membekas bagi Guru Rasyid Ridha. Beliau mengaku sangat terpukul di bulan-bulan awal kewafatan sang guru. Ada berbagai kegiatan yang tak bisa beliau ikuti, lantaran selalu teringat dengan Abah Haji. Air mata pun mengalir ketika mengenang kenangan-kenangan indah bersama, juga teringat jasa-jasa yang pernah dilakukan Abah Haji untuk beliau, juga untuk Pesantren dan Majelis asuhan beliau.

Perlahan, Guru Rasyid menyadari hal baru, bahwa bimbingan sang guru tetap berlangsung meski setelah kewafatan. Benarlah sebuah perkataan, "Mereka para shalihin tidak mati melainkan hanya berpindah (alam) saja." 

Sebenarnya, perkataan serupa terus diulang-ulang oleh Abah Haji ketika di majelis, seolah ingin meyakinkan jemaah bahwa itu benar adanya. Dan kini, Guru Rasyid merasakannya.

"Ada aja sidin," begitu kata Guru Rasyid ketika menanggapi soal apakah haulan adalah ajang meratapi kepergian sang guru.

Perbincangan kami tentang Abah Haji larut sekitar dua jam lamanya. Tak terasa waktu sahur hampir tiba, kami tentu tak ingin mengganggu wiridan malam beliau, kami pun pamit pulang. Sebelum pulang, kami sempat berfoto bersama dan dihadiahi beliau -sesuatu yang membuat kita tersenyum melihatnya--. 

Sembari mengantar kami ke teras, beliau menanyakan naik kendaraan apa, dan menutup percakapan kami dengan doa, "Mudahan sugih." Saya pun mengaminkan dengan tersenyum; Dulu dari sang ayah saya dapat amalan sugih, malam itu saya dapat doa sugih dari anak beliau. 

Mudahan orang yang membaca tulisan ini sugih jua. Aamiin.


Posting Komentar

0 Komentar